Minggu, 01 November 2009

Dalem Dimade Di Desa Temega karangasem bali



BABAD DALEM DIMADE

PENDAHULUAN BABAD
Om AWIGHNAMASTU NAMOSIDDHAM
Terlebih dahulu, kami haturkan pangaksama mohon maaf sebesar - besarnya ke hadapan Ida Hyang Parama Kawi - Tuhan Yang Maha Esa serta Batara - Batari junjungan dan leluhur semuanya. Agar supaya, tatkala menceriterakan keberadaan para leluhur yang telah pulang ke Nirwana, kami terlepas dari kutuk dan neraka. Juga agar tidak terkena malapetaka dari Ida Sanghyang Saraswati. Semoga kami semuanya. serta keluarga dan keturunan kami mendapatkan keselamatan, kesejahteraan sampai kelak di kemudian hari di dunia ini.
Om Siddha rastu. Om Ksama sampurna ya namah swaha”.
Sebagai pendahuluan ceritera, tersebutlah di kawasan Jawa, ada pendeta maha sakti bernama Danghyang Bajrasatwa. Ada putranya Iaki-laki seorang bernama Danghyang Tanuhun atau Mpu Lampita, beliau memang pendeta Budha, memiliki kepandaian luar biasa serta bijaksana dan mahasakti seperti ayahnya Danghyang Bajrasatwa. Ida Danghyang Tanuhun berputra lima orang, dikenal dengan sebutan Panca Tirtha. Beliau Sang Panca Tirtha sangat terkenal keutamaan beliau   semuanya.
Putra- Putranya :
1.       Mpu Gnijaya
2.       Mpu Semeru
3.       Mpu  Ghana
4.       Ida Mpu Kuturan
5.       Ida Mpu Bharadah
Beliau yang sulung bernama Mpu Gnijaya. Beliau membuat pasraman di Gunung Lempuyang Madya, Bali Timur, datang di Bali pada tahun Isaka 971 atau tahun Masehi 1049. Beliaulah yang menurunkan Sang Sapta Resi - tujuh pendeta yang kemudian menurunkan keluarga besar Pasek di Bali. Adik beliau bernama Mpu Semeru, membangun pasraman di Besakih, turun ke Bali tahun Isaka 921, tahun Masehi 999. Beliau mengangkat putra yakni Mpu Kamareka atau Mpu Dryakah yang kemudian menurunkan keluarga Pasek Kayuselem. Yang nomor tiga bernama Mpu Ghana, membangun pasraman di Dasar Gelgel, Klungkung datang di Bali pada tahun Isaka 922 atau tahun Masehi 1000.
Yang nomor empat, bernama Ida Empu Kuturan atau Mpu Rajakretha, datang di Bali tahun Isaka 923 atau tahun Masehi 1001, membangun pasraman di Silayukti, Teluk Padang atau Padangbai Karang asem.
Nomor lima bernama Ida Mpu Bharadah atau Mpu Pradah, menjadi pendeta kerajaan Prabu Airlangga di Kediri, Daha, Jawa Timur, berdiam di Lemah Tulis, Pajarakan, sekitar tahun Masehi 1000.
Beliau Mpu Kuturan demikian tersohornya di kawasan Bali, dikenal sebagai Pendeta pendamping Maharaja Sri Dharma Udayana Warmadewa, serta dikenal sebagai perancang pertemuan tiga sekte agama Hindu di Bali, yang disatukan di Samuan Tiga , Gianyar. Beliau pula yang merancang keberadaan desa pakraman - desa adat serta Kahyangan Tiga - tiga pura desa di Bali, yang sampai kini diwarisi masyarakat. Demikian banyaknya pura sebagai sthana Bhatara dibangun di Bali semasa beliau menjabat pendeta .
negara, termasuk Sad Kahyangan serta Kahyangan Jagat dan Dhang Kahyangan di kawasan Bali ini. Nama beliau tercantum di dalam berbagai prasasti dan lontar yang memuat tentang pura, upacara dan upakara atau sesajen serta Asta Kosala - kosali yang memuat tata cara membangun bangunan di Bali. Tercantum dalam lempengan prasasti seperti ini
"Ida sane ngawentenang pawarah - warah silakramaning bwana rwa nista madhya utama. lwirnya ngawangun kahyangan, mahayu palinggih Bhatara - Bhatari ring Bali lwirnya Puseh desa Walyagung Ulunswi Dalem sopana hana tata krama maring Bali, ayun sapara Bhatara lumingga maring Sad Kahyangan, neher sira umike sila krama" yang artinya: Beliau Mpu Kuturan yang mengadakan aturan tentang tatacara di dunia ini yang berhubungan dengan mikro dan makrokosmos dalam tingkat nista madya utama (sederhana, menengah dan utama), seperti membangun pura kahyangan, menyelenggarakan upacara sthana Bhatara-bhatari di Bali. Seperti Pura Puseh Desa, Baleagung, Ulunswi, Dalem, dan karena ada tata cara di Bali seperti itu berkenanlah para Bhatara bersthana di Sad Kahyangan, karena beliau yang mengadakan tata aturan tersebut.
Adiknya bernama Danghyang Mpu Bharadah mempunyai putra Iaki-laki dan keutamaan yoga beliau bernama Mpu Bahula. Bahula berarti utama. Kepandaian dan kesaktian beliau di dunia sama dengan ayahandanya Mpu Bharadah. Beliau memperistri putri dari Rangdeng Jirah - janda di Jirah atau Girah yang bernama Ni Dyah Ratna Manggali. Kisah ini terkenal dalam ceritera Calonarang.
Beliau Empu Bahula berputra Iaki bernama : MPU  TANTULAR

MPU  TANTULAR BERGELAR DANGHYANG ANGSOKA NATA
Mpu Tantular, yang sangat pandai di dalam berbagai ilmu filsafat. Tidak ada menyamai dalam soal kependetaan, sama keutamaannya dengan Mpu Bahula, ayahandanya. Mpu Tantular adalah yang dikenal sebagai penyusun Kakawin Sutasoma di mana di dalamnya tercantum "Bhinneka Tunggal lka" yang menjadi semboyan negara Indonesia. Beliau juga bergelar Danghyang Angsokanata. Keberadaan beliau di Bali diperkirakan sejaman dengan pemerintahan raja Bali, Sri Haji Wungsu pada tahun Masehi 1049.

Ida Mpu Tantular atau Danghyang Angsokanata, berputra empat :
1.       Mpu Danghyang Panawasikan.
2.       Mpu Bekung atau Danghyang Siddhimantra.
3.       Mpu Danghyang Smaranatha..
4.       Mpu Danghyang Soma Kapakisan.
Ida Danghyang Panawasikan,
bagaikan Sanghyang Jagatpathi wibawa beliau, Ida Danghyang Siddhimantra bagaikan Dewa Brahma wibawa serta kesaktian beliau. Ida Danghyang Asmaranatha bagaikan Dewa Manobawa yang menjelma, terkenal kebijaksanaan dan kesaktian beliau, serta Danghyang Soma Kapakisan, yang menjadi guru dari Mahapatih Gajahmada di Majapahit, bagaikan Dewa Wisnu menjelma, pendeta yang pandai dan bijaksana. Ida Danghyang Panawasikan memiliki putri seorang, demikian cantiknya, diperistri oleh Danghyang Nirartha.
Ida Danghyang Smaranatha,
memiliki dua orang putra bernama    :
1. Danghyang Angsoka, berdiam di Jawa melaksanakan paham Budha.
2. Danghyang Nirartha, atau Danghyang Dwijendra, Peranda Sakti Wawu Rawuh dan dikenal juga dengan sebutan Tuan Semeru. Beliau melaksanakan paham Siwa, serta menurunkan keluarga besar Brahmana Siwa di Bali yakni, Ida Kemenuh, Ida Manuaba, Ida Keniten, Ida Mas serta Ida Patapan.
Danghyang Angsoka sendiri berputra   :
1.  Danghyang Astapaka, yang membangun pasraman di Taman Sari, yang    kemudian menurunkan Brahmana Budha di Pulau Bali.
2. Ida Danghyang Soma Kapakisan yang berdiam di kawasan kerajaan   Majapahit. berputra    :
1. Ida Kresna Wang Bang Kapakisan, ketika Sri Maharaja Kala Gemetmemegang kekuasaan di Majapahit.
Ida Kresna Wang Bang Kapakisan
Beliau mempunyai putra empat orang, semuanya diberi kekuasaan oleh Raja Majapahit, yakni beliau yang sulung menjadi raja di Blambangan, adiknya di Pasuruhan, yang wanita di Sumbawa. dan yang paling bungsu mabiseke :
Dalem Ketut Kresna Kapakisan  di kawasan Bali menjadi raja di Bali.
Dalem Ketut Kresna Kapakisan menurunkan para raja yang bergelar Dalem keturunan Kresna Kepakisan di Bali.
Dalem Ketut Kresna Kepakisan datang di Bali, menjadi raja dikawal oleh Arya Kanuruhan, Arya Wangbang - Arya Demung, Arya Kepakisan, Arya Temenggung, Arya Kenceng. Arya Dalancang, Arya Belog, Arya Manguri, Arya Pangalasan, dan Arya Kutawaringin, Arya Gajah Para serta Arya Getas dan tiga wesya: Si Tan Kober, Si Tan Kawur, Si Tan Mundur.
Ida Dalem Ketut Kresna Kepakisan beristana di Samprangan, didampingi oleh l Gusti Nyuh Aya di Nyuh Aya sebagai mahapatih Dalem. Tatkala itu Ida Dalem memerintahkan para menterinya untuk mengambil tempat masing-masing. Ida Arya Demung Wang Bang asal Kediri di Kertalangu, Arya Kanuruhan di Tangkas, Arya Temenggung di Patemon, Arya Kenceng di Tabanan, Arya Dalancang di Kapal,
Arya Belog di Kaba-Kaba, Arya Kutawaringin di Klungkung, Arya Gajah Para dan adiknya Arya Getas di Toya Anyar, Arya Belentong di Pacung, Arya Sentong di Carangsari, Kriyan Punta di Mambal, Arya Jerudeh di Tamukti , Arya Sura Wang Bang asal Lasem di Sukahet, Arya Wang Bang asal Mataram tidak berdiam di mana-mana. Arya Melel Cengkrong di Jembrana, Arya Pamacekan di Bondalem, Sang Tri Wesya: Si Tan Kober di Pacung, Si Tan Kawur di Abiansemal dan Si Tan Mundur di Cegahan Demikian dikatakan di Babad Dalem


IDE DALEM KETUT KRESNA KEPAKISAN

Kata pendahuluan penulis, dengan memanjatkan doa ke hadapan Hyang Maha kuasa, dan kepada Leluhur karyanya berhasil denganselamat, serta mengharapkan kesentosaan sampai turun-temurun.
Kemudian dilanjutkan dengan ceritera-ceritera raja yang bersifat loba, moha dan murka, yang dibinasakan oleh Dewa Indra (Hyang Puru Hutakantep).

Silsilah Dalem Ketut Kresna Kepakisan yang dimulai dari Mpu Bajra Satwa, turun-temurun. Kyayi Patih Wulung dan kawan-kawan menghadap Raja Kala Gemet, mohon agar di Bali segera diisi seorang adipati.

Dalem Ketut Kresna Kepakisan dikirim ke Bali tahun Çaka 1274. (yogan, muni, netra, baskara). dibantu oleh para Arya. Raja berkedudukan di Samprangan. sedangkan para Arya ditempatkan di desa-desa yang dianggap rawan. Timbul pemberontakan-pemberontakan di desa-desa Bali Aga seperti Batur, Songan, Cempaga, dan lain-lain. Dalem Ketut Kresna Kepakisan Adipati Bali hendak kembali ke Jawa, tetapi tidak diijinkan oleh Gajah Mada, Adipati Bali dianugerahi pakaian kebesaran dan Keris Si Ganja Dungkul. Adipati Bali mengadakan pembagian tugas dan wewenang kepada warga Pasek keturunan Sapta Resi.

Sri Kala Gemet wafat. Diadakan sayembara untuk menjodohkan putri- putri baginda. Dimenangkan oleh kerajaan Koripan dan Gagelang. Kemudian lahir Sri Hayam Wuruk, yang nantinya bertahta di Majapahit.

Adipati Bali, Dalem Ketut Kresna Kepakisan telah wafat, tinggal putra-putra baginda.
1.       Ida I Dewa Samprangan, ber putra (Dalem Watu Renggong)
2.       Ida I Dewa Taruk,
3.       Ida I Dewa Ketut Ngulesir lahir dari Ni Gusti Ayu Tirta putri         Sirarya Gajah Para.
4.       Ida I Dewa Tegal Besung, Anak bungsu yang lahir dari Ni Gusti Ayu Kutawaringin putri Sirarya Kutawaringin,

Ida I Dewa Samprangan menggantikan ayahnya menjadi raja berkedudukan Samprangan. tetapi, kurang mampu memegang tampuk pemerintahan. Kyayi Bendesa Gelgel Klapodyana mencari Ida I Dewa Ketut Ngulesir ke Desa Pandak. Dengan berbagai usaha, sampai-sampai Kyayi Bendesa Klapodyana menyerahkan rumahnya untuk istana raja.
Mulailah Kerajaan Gelgel dengan raja Ida I Dewa Ketut Ngulesir bergelar (Dalem Ketut Smara Kepakisan/ Sri smare Kepakisan). Para Arya yang telah banyak meninggal dunia, jabatan digantikan oleh putra- putranya. Tiga menteri utama, yaitu I Gusti Patandakan, Ki Gusti Pinatih dan Ki Gusti Kubon Tubuh.

Di Majapahit diadakan suatu upacara besar-besaran dengan mengundang adipati-adipati di luar Majapahit. dikisahkan perjalanan utusan Majapahit ke tiap-
tiap daerah. Diuraikan persidangan raja Bali menerima utusan Majapahit dan merencanakan perjalanan ke Majapahit.

Perjalanan Sri Smara Kepakisan ke Majapahit, dengan rombongan di bawah pimpinan Kryan Patandakan, Kryan Penatih dan Kryan Kubon Tubuh. Diuraikan liku-liku perjalanan dengan segala keindahannya.
Selama di Majapahit, Sri Smara Kepakisan selalu aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan. Suatu saat baginda Raja Majapahit menghadiahkan sebilah keris  kepada Sri Smara Kepakisan Adipati  Bali  yang  kemudian   terkenal  dengan  nama :  Ki Bangawan Canggu,
Karena pada saat kembali ke Bali, keris itu pernah jatuh di Bangawan Canggu, sedang namanya semula adalah Ki Sudamala. Sri Smara Kepakisan diundang oleh Adipati Madura untuk menghadiri upacara yajnya. Baginda sempat singgah di Majapahit, dan memperoleh keterangan dari seorang pendeta yang bernama Çiwa Waringin tentang sebab-musabah runtuhnya Majapahit.

Sri Smara Kepakisan wafat setelah disucikan (di-diksa). oleh Mpu Kayu Manis dari Keling, tahun 1882 (sapangranga dwipak agni surya = 1460 Masehi). Diganti oleh Sri Watu Renggong ( Putra dari Ide IDewa Samprangan).

Pada masa pemerintahan Dalem Watu Renggong datang Dang Hyang Nirartha ke Bali, bersama anak istrinya. disebutkan pula alasan beliau meninggalkan Brangbangan dan riwayat perjalanannya sampai ke Gelgel. Dang Hyang Nirartha beranjangsana ke Padangbai, Danghyang Nirartha dan Kyayi Dauh Baleagung langsung ke Padangbai. Kesusastraan berkembang baik. Karangan-karangan Dang Hyang Nirartha: Gegutuk Menur, Cara Kusuma, Ampik, Legarang, Mahisa Langit, Darma Pitutur, Mahisa Megat Kung, Darma Putus, Usana Bali, Anyang Nirartha, Wasista Sraya, Sebun Bangkung. Karangan Pangeran Dauh: Rareng Canggu Saha Wilit, Wukir Padelengan, Segara Gunung, Karas Nagara, Jagul Tuwa, Wilet Mayura, Anting- anting Timah. Peristiwa penyerangan ke Brangbangan yang dipimpin oleh Kyayi Ularan, Sri Juru terbunuh. Kemudian Kyayi Ularan pindah ke Patemon. Pada masa jayanya Dalem Watu Renggong,

Ida I Dewa Tegal Besung  wafat. Meninggalkan  Putra-putranya, yaitu:
1. I Dewa Anggungan,
2. I Dewa Gedong Arta,
3. I Dewa Nusa,
4. I Dewa Bangli,
5. I Dewa Pagedangan.
Datang seorang utusan untuk mengislamkan baginda raja, bernama Ki Moder, tidak berhasil. Para Menteri terkemuka : Kyayi Batan Jeruk, Kyayi Pinatih, Kyayi Klapodyana dan para Arya yang lain, semua setia kepada raja menurut jabatan dan tempatnya masing-masing.

Dalem Watu Renggong ingin menjadi seorang Pendeta (Begawan), Mengundang Danghyang Angsoka untuk Nabe, beliau tak berkenan, tetapi merestui agar berguru kepada Danghyang Nirartha, tercipta kidung Sarakusuma dan Smara Racana.
Kemudian Pendeta Buda Astapaka datang ke Bali, maka di Bali mulai diadakan upacara yajnya api (homa). Semua musuh yang ingin menyerang Bali, utamanya musuh dari luar dapat diusir.
Contohnya : pertahanan di Kelahan. Melakukan anjangsana ke daerah-daerah kekuasaannya yaitu Lombok dan Sumbawa, mendirikan padarman di Lingsar. Memberikan piagam penghargaan (prasasti) pada pemuka-pemuka masyarakat.

Dalem Watu Renggong wafat tahun 1472 Çaka(= sapranga, pandita, catur, janma), tahun 1550 Masehi.
Putra Dalem Watu Renggong :
            1. Ida I Dewa Pemahyun
2. Ida I Dewa Dimade (Seganing).
Putra-putra Beliau Diasuh oleh putra I Dewa Tegal Besung yaitu: I Dewa Gedong Arta, I Dewa Anggungan, I Dewa Bangli, I Dewa Pagedangan.
 I Dewa Pemahyun (Bekung) bertahta menjadi raja dengan patih I Gusti Batan Jeruk. Timbul peristiwa perebutan kekuasaan yang dipimpin oleh I Gusti Batan Jeruk tampil Kyayi Manginte untuk mempertahankan kerajaan bersama Kyayi Kubon Tubuh dan lain-lain. Kedua putra raja Watu Renggong berhasil diselamatkan oleh I Gusti Kubon Tubuh.

Terjadi pertempuran hebat, I Gusti Batan Jeruk mengalami kekalahan, beliau gugur tahun 1482 Çaka ( bahu, pasa, yoga, bwana)= 1560 Masehi, Ki Gusti Nginte menggantikan menjabat Patih Agung. Kryan Pande, putra Kryan Dauh Bale Agung, yang ikut pada peristiwa I Gusti Batan Jeruk, diampuni oleh Dalem, kemudian berhasil mengalahkan lawan-lawan di Sumbawa dan Tuban. Tampak kelemahan dan ketidakbijaksanaan
Dalem Bekung memegang kendali pemerintahan. Dikisahkan tentang Ida Telaga dan saudara-saudaranya, Karangan Ida Telaga; Ender Rangga Wuni, Amerta Masa, Amurwa Tembang, Patol, Wilit Sih Tan Pegat, Rareng Taman, Rara Kaduri, Kebo Dungkul, Caruk Mirta Masa, Kakangsen, Tepas. Peristiwa terbunuhnya I Gusti Telabah, yang mengakibatkan gugurnya Ki Gusti Pande dan kawan-kawan. Tercipta kidung Arjuna Pralabda. Ki Gusti Jelantik dikirim untuk menyerang Pasuruhan. Beliau gugur dalam pertempuran tanpa senjata. kemudian lahir putranya, diberi nama I Gusti Jelantik Bogol.
Dalem Bekung digantikan oleh Dalem Anom Seganing. Keamanan pulih kembali. Sasak dikuasai lagi pada tahun Çaka 1547, Sumbawa tahun Çaka 1552. Ki Gusti Pinatih mengadakan perlawanan pada raja, dapat diatasi oleh Ki Gusti Agung Widya (Patih).

Masa kerajaan Dalem sgening
Putra-putra Dalem Seganing 16 orang antara lain :
1.Ida I Dewa Anom Pemahyun,
2.Ida I Dewa Dimade,
3.Ida I Dewa Rani Gowang,
4.Ida Dewa Karangasem
    Dan lain- lain ( tidak diceritakan)

Pernikahan Ida I Dewa Anom Pemahyun (putra sulung Dalem Seganing) dengan Sri Dewi Pemahyun (putri tunggal Dalem Bekung), melahirkan :
Putra IDewa Anom Pemayun :

1.Ida I Dewa Anom Pemahyun (*) dan
2.Ida I Dewa Anom Pemahyun Dimade,(**)

Ida I Dewa Anom Pemahyun menjemput Dalem Bekung. ke Purasi agar kembali ke Gelgel.
Tahun Çaka 1572 Kyayi Lurah Singarsa menghadap Dalem Seganing, memohon agar cucu baginda berkenan menerima putrinya sebagai permaisuri, Ida I Dewa Anom Pemahyun (*) (putra Dalem Seganing) sebagai penguasa daerah Singarsa (Sidemen) dengan Bagawanta Mpu Sukaton (Ida Pedanda Wayahan Buruan).
Dalem Seganing wafat tahun Çaka 1517. Digantikan oleh putra yang sulung yaitu Ida I Dewa Anom Pemahyun (*). Terjadi perebutan kekuasaan, Id a I Dewa Anom Pemahyun(*) beserta putranya Ide I Dewa Anom Pemayun Dimade(*1) pindah ke Purasi.
Tahta kerajaan digantikan oleh adiknya Ida I Dewa Anom Pemayun Dimade (**) ( Dalem Dimade ) putra ke dua dari
Ide IDewa Anom Pemayun  dengan patih Kryan Agung Maruti dimade,

 Ida I Dewa Anom Pemahyun serta putranya yaitu yang bernama :
Ida I Dewa Anom Pemahyun Dimade bermukim di Purasi. Sempat menyebarkan para Arya dan Pasek ke desa-desa untuk mengaturnya. Kemudian, baginda pindah ke Tambega (Desa Ababi ) .

Pedanda Sakti Peling, pindah dari Gelgel ke Ulah Desa Sidemen.
Ida I Dewa Anom Pemahyun Dimade pindah dari Tambega ke Sidemen, menikah dengan I Gusti Ayu Sapuh Jagat, berputra :
1.       Ida I Dewa Agung Gde Ngurah dan
2.       Ida I Dewa Agung Ayu Gde Raka Pemahyun.
Barang-barang pusaka, keris Ki Sudamala, dan lain-lain semua dibawa ke Sidemen.
Terjadi perebutan kekuasaan di Gelgel, Ide Idewa Anom Pemayun Dimade (Dalem Dimade) pindah ke Guliang,
Kekuasaan dipegang oleh Kryan Agung Maruti. Kryan Agung Maruti hendak menggempur Sidemen, tetapi gagal.
 Ida I Dewa Anom Pemahyun Dimade (**) berusaha mengadakan pendekatan dengan putra-putra Dalem Dimade di Guliang. Utusan berkali-kali dilakukan oleh Kyayi Lurah Sidemen Cerawis. Kemudian Ida I Dewa Agung Jambe, pindah dari Guliang ke Sidemen dan bermukim di Ulah bersama dengan kemenakan baginda yaitu Ida I Dewa Agung Gde Ngurah. Mengadakan permusyawaratan untuk menyerang Kryan Agung Maruti di Gelgel.


Kemudian penyerangan dilanjutkan, dan Gelgel (Kryan Maruti) dapat ditaklukkan pada tahun Çaka 1626. Ida I Dewa Agung Jambe bertahta di Smarajaya (Klungkung) raja pertama. Ida I Dewa Agung Gde Ngurah dilantik sebagai penguasa daerah Singarsa berkedudukan di Sidemen.



BABAD DALEM DIMADE

PENDAHULUAN BABAD
Om AWIGHNAMASTU NAMOSIDDHAM
Terlebih dahulu, kami haturkan pangaksama mohon maaf sebesar - besarnya ke hadapan Ida Hyang Parama Kawi - Tuhan Yang Maha Esa serta Batara - Batari junjungan dan leluhur semuanya. Agar supaya, tatkala menceriterakan keberadaan para leluhur yang telah pulang ke Nirwana, kami terlepas dari kutuk dan neraka. Juga agar tidak terkena malapetaka dari Ida Sanghyang Saraswati. Semoga kami semuanya. serta keluarga dan keturunan kami mendapatkan keselamatan, kesejahteraan sampai kelak di kemudian hari di dunia ini.
Om Siddha rastu. Om Ksama sampurna ya namah swaha”.
Sebagai pendahuluan ceritera, tersebutlah di kawasan Jawa, ada pendeta maha sakti bernama Danghyang Bajrasatwa. Ada putranya Iaki-laki seorang bernama Danghyang Tanuhun atau Mpu Lampita, beliau memang pendeta Budha, memiliki kepandaian luar biasa serta bijaksana dan mahasakti seperti ayahnya Danghyang Bajrasatwa. Ida Danghyang Tanuhun berputra lima orang, dikenal dengan sebutan Panca Tirtha. Beliau Sang Panca Tirtha sangat terkenal keutamaan beliau   semuanya.
Putra- Putranya :
1.      Mpu Gnijaya
2.      Mpu Semeru
3.      Mpu  Ghana
4.      Ida Mpu Kuturan
5.      Ida Mpu Bharadah
Beliau yang sulung bernama Mpu Gnijaya. Beliau membuat pasraman di Gunung Lempuyang Madya, Bali Timur, datang di Bali pada tahun Isaka 971 atau tahun Masehi 1049. Beliaulah yang menurunkan Sang Sapta Resi - tujuh pendeta yang kemudian menurunkan keluarga besar Pasek di Bali. Adik beliau bernama Mpu Semeru, membangun pasraman di Besakih, turun ke Bali tahun Isaka 921, tahun Masehi 999. Beliau mengangkat putra yakni Mpu Kamareka atau Mpu Dryakah yang kemudian menurunkan keluarga Pasek Kayuselem. Yang nomor tiga bernama Mpu Ghana, membangun pasraman di Dasar Gelgel, Klungkung datang di Bali pada tahun Isaka 922 atau tahun Masehi 1000.
Yang nomor empat, bernama Ida Empu Kuturan atau Mpu Rajakretha, datang di Bali tahun Isaka 923 atau tahun Masehi 1001, membangun pasraman di Silayukti, Teluk Padang atau Padangbai Karang asem.
Nomor lima bernama Ida Mpu Bharadah atau Mpu Pradah, menjadi pendeta kerajaan Prabu Airlangga di Kediri, Daha, Jawa Timur, berdiam di Lemah Tulis, Pajarakan, sekitar tahun Masehi 1000.
Beliau Mpu Kuturan demikian tersohornya di kawasan Bali, dikenal sebagai Pendeta pendamping Maharaja Sri Dharma Udayana Warmadewa, serta dikenal sebagai perancang pertemuan tiga sekte agama Hindu di Bali, yang disatukan di Samuan Tiga , Gianyar. Beliau pula yang merancang keberadaan desa pakraman - desa adat serta Kahyangan Tiga - tiga pura desa di Bali, yang sampai kini diwarisi masyarakat. Demikian banyaknya pura sebagai sthana Bhatara dibangun di Bali semasa beliau menjabat pendeta .
negara, termasuk Sad Kahyangan serta Kahyangan Jagat dan Dhang Kahyangan di kawasan Bali ini. Nama beliau tercantum di dalam berbagai prasasti dan lontar yang memuat tentang pura, upacara dan upakara atau sesajen serta Asta Kosala - kosali yang memuat tata cara membangun bangunan di Bali. Tercantum dalam lempengan prasasti seperti ini
"Ida sane ngawentenang pawarah - warah silakramaning bwana rwa nista madhya utama. lwirnya ngawangun kahyangan, mahayu palinggih Bhatara - Bhatari ring Bali lwirnya Puseh desa Walyagung Ulunswi Dalem sopana hana tata krama maring Bali, ayun sapara Bhatara lumingga maring Sad Kahyangan, neher sira umike sila krama" yang artinya: Beliau Mpu Kuturan yang mengadakan aturan tentang tatacara di dunia ini yang berhubungan dengan mikro dan makrokosmos dalam tingkat nista madya utama (sederhana, menengah dan utama), seperti membangun pura kahyangan, menyelenggarakan upacara sthana Bhatara-bhatari di Bali. Seperti Pura Puseh Desa, Baleagung, Ulunswi, Dalem, dan karena ada tata cara di Bali seperti itu berkenanlah para Bhatara bersthana di Sad Kahyangan, karena beliau yang mengadakan tata aturan tersebut.
Adiknya bernama Danghyang Mpu Bharadah mempunyai putra Iaki-laki dan keutamaan yoga beliau bernama Mpu Bahula. Bahula berarti utama. Kepandaian dan kesaktian beliau di dunia sama dengan ayahandanya Mpu Bharadah. Beliau memperistri putri dari Rangdeng Jirah - janda di Jirah atau Girah yang bernama Ni Dyah Ratna Manggali. Kisah ini terkenal dalam ceritera Calonarang.
Beliau Empu Bahula berputra Iaki bernama : MPU  TANTULAR

MPU  TANTULAR BERGELAR DANGHYANG ANGSOKA NATA
Mpu Tantular, yang sangat pandai di dalam berbagai ilmu filsafat. Tidak ada menyamai dalam soal kependetaan, sama keutamaannya dengan Mpu Bahula, ayahandanya. Mpu Tantular adalah yang dikenal sebagai penyusun Kakawin Sutasoma di mana di dalamnya tercantum "Bhinneka Tunggal lka" yang menjadi semboyan negara Indonesia. Beliau juga bergelar Danghyang Angsokanata. Keberadaan beliau di Bali diperkirakan sejaman dengan pemerintahan raja Bali, Sri Haji Wungsu pada tahun Masehi 1049.

Ida Mpu Tantular atau Danghyang Angsokanata, berputra empat :
1.      Mpu Danghyang Panawasikan.
2.      Mpu Bekung atau Danghyang Siddhimantra.
3.      Mpu Danghyang Smaranatha..
4.      Mpu Danghyang Soma Kapakisan.
Ida Danghyang Panawasikan,
bagaikan Sanghyang Jagatpathi wibawa beliau, Ida Danghyang Siddhimantra bagaikan Dewa Brahma wibawa serta kesaktian beliau. Ida Danghyang Asmaranatha bagaikan Dewa Manobawa yang menjelma, terkenal kebijaksanaan dan kesaktian beliau, serta Danghyang Soma Kapakisan, yang menjadi guru dari Mahapatih Gajahmada di Majapahit, bagaikan Dewa Wisnu menjelma, pendeta yang pandai dan bijaksana. Ida Danghyang Panawasikan memiliki putri seorang, demikian cantiknya, diperistri oleh Danghyang Nirartha.
Ida Danghyang Smaranatha,
memiliki dua orang putra bernama    :
1. Danghyang Angsoka, berdiam di Jawa melaksanakan paham Budha.
2. Danghyang Nirartha, atau Danghyang Dwijendra, Peranda Sakti Wawu Rawuh dan dikenal juga dengan sebutan Tuan Semeru. Beliau melaksanakan paham Siwa, serta menurunkan keluarga besar Brahmana Siwa di Bali yakni, Ida Kemenuh, Ida Manuaba, Ida Keniten, Ida Mas serta Ida Patapan.
Danghyang Angsoka sendiri berputra   :
1.  Danghyang Astapaka, yang membangun pasraman di Taman Sari, yang    kemudian menurunkan Brahmana Budha di Pulau Bali.
2. Ida Danghyang Soma Kapakisan yang berdiam di kawasan kerajaan   Majapahit. berputra    :
1. Ida Kresna Wang Bang Kapakisan, ketika Sri Maharaja Kala Gemetmemegang kekuasaan di Majapahit.
Ida Kresna Wang Bang Kapakisan
Beliau mempunyai putra empat orang, semuanya diberi kekuasaan oleh Raja Majapahit, yakni beliau yang sulung menjadi raja di Blambangan, adiknya di Pasuruhan, yang wanita di Sumbawa. dan yang paling bungsu mabiseke :
Dalem Ketut Kresna Kapakisan  di kawasan Bali menjadi raja di Bali.
Dalem Ketut Kresna Kapakisan menurunkan para raja yang bergelar Dalem keturunan Kresna Kepakisan di Bali.
Dalem Ketut Kresna Kepakisan datang di Bali, menjadi raja dikawal oleh Arya Kanuruhan, Arya Wangbang - Arya Demung, Arya Kepakisan, Arya Temenggung, Arya Kenceng. Arya Dalancang, Arya Belog, Arya Manguri, Arya Pangalasan, dan Arya Kutawaringin, Arya Gajah Para serta Arya Getas dan tiga wesya: Si Tan Kober, Si Tan Kawur, Si Tan Mundur.
Ida Dalem Ketut Kresna Kepakisan beristana di Samprangan, didampingi oleh l Gusti Nyuh Aya di Nyuh Aya sebagai mahapatih Dalem. Tatkala itu Ida Dalem memerintahkan para menterinya untuk mengambil tempat masing-masing. Ida Arya Demung Wang Bang asal Kediri di Kertalangu, Arya Kanuruhan di Tangkas, Arya Temenggung di Patemon, Arya Kenceng di Tabanan, Arya Dalancang di Kapal,
Arya Belog di Kaba-Kaba, Arya Kutawaringin di Klungkung, Arya Gajah Para dan adiknya Arya Getas di Toya Anyar, Arya Belentong di Pacung, Arya Sentong di Carangsari, Kriyan Punta di Mambal, Arya Jerudeh di Tamukti , Arya Sura Wang Bang asal Lasem di Sukahet, Arya Wang Bang asal Mataram tidak berdiam di mana-mana. Arya Melel Cengkrong di Jembrana, Arya Pamacekan di Bondalem, Sang Tri Wesya: Si Tan Kober di Pacung, Si Tan Kawur di Abiansemal dan Si Tan Mundur di Cegahan Demikian dikatakan di Babad Dalem


IDE DALEM KETUT KRESNA KEPAKISAN

Kata pendahuluan penulis, dengan memanjatkan doa ke hadapan Hyang Maha kuasa, dan kepada Leluhur karyanya berhasil denganselamat, serta mengharapkan kesentosaan sampai turun-temurun.
Kemudian dilanjutkan dengan ceritera-ceritera raja yang bersifat loba, moha dan murka, yang dibinasakan oleh Dewa Indra (Hyang Puru Hutakantep).

Silsilah Dalem Ketut Kresna Kepakisan yang dimulai dari Mpu Bajra Satwa, turun-temurun. Kyayi Patih Wulung dan kawan-kawan menghadap Raja Kala Gemet, mohon agar di Bali segera diisi seorang adipati.

Dalem Ketut Kresna Kepakisan dikirim ke Bali tahun Çaka 1274. (yogan, muni, netra, baskara). dibantu oleh para Arya. Raja berkedudukan di Samprangan. sedangkan para Arya ditempatkan di desa-desa yang dianggap rawan. Timbul pemberontakan-pemberontakan di desa-desa Bali Aga seperti Batur, Songan, Cempaga, dan lain-lain. Dalem Ketut Kresna Kepakisan Adipati Bali hendak kembali ke Jawa, tetapi tidak diijinkan oleh Gajah Mada, Adipati Bali dianugerahi pakaian kebesaran dan Keris Si Ganja Dungkul. Adipati Bali mengadakan pembagian tugas dan wewenang kepada warga Pasek keturunan Sapta Resi.

Sri Kala Gemet wafat. Diadakan sayembara untuk menjodohkan putri- putri baginda. Dimenangkan oleh kerajaan Koripan dan Gagelang. Kemudian lahir Sri Hayam Wuruk, yang nantinya bertahta di Majapahit.

Adipati Bali, Dalem Ketut Kresna Kepakisan telah wafat, tinggal putra-putra baginda.
1.      Ida I Dewa Samprangan, ber putra (Dalem Watu Renggong)
2.      Ida I Dewa Taruk,
3.      Ida I Dewa Ketut Ngulesir lahir dari Ni Gusti Ayu Tirta putri         Sirarya Gajah Para.
4.      Ida I Dewa Tegal Besung, Anak bungsu yang lahir dari Ni Gusti Ayu Kutawaringin putri Sirarya Kutawaringin,

Ida I Dewa Samprangan menggantikan ayahnya menjadi raja berkedudukan Samprangan. tetapi, kurang mampu memegang tampuk pemerintahan. Kyayi Bendesa Gelgel Klapodyana mencari Ida I Dewa Ketut Ngulesir ke Desa Pandak. Dengan berbagai usaha, sampai-sampai Kyayi Bendesa Klapodyana menyerahkan rumahnya untuk istana raja.
Mulailah Kerajaan Gelgel dengan raja Ida I Dewa Ketut Ngulesir bergelar (Dalem Ketut Smara Kepakisan/ Sri smare Kepakisan). Para Arya yang telah banyak meninggal dunia, jabatan digantikan oleh putra- putranya. Tiga menteri utama, yaitu I Gusti Patandakan, Ki Gusti Pinatih dan Ki Gusti Kubon Tubuh.

Di Majapahit diadakan suatu upacara besar-besaran dengan mengundang adipati-adipati di luar Majapahit. dikisahkan perjalanan utusan Majapahit ke tiap-
tiap daerah. Diuraikan persidangan raja Bali menerima utusan Majapahit dan merencanakan perjalanan ke Majapahit.

Perjalanan Sri Smara Kepakisan ke Majapahit, dengan rombongan di bawah pimpinan Kryan Patandakan, Kryan Penatih dan Kryan Kubon Tubuh. Diuraikan liku-liku perjalanan dengan segala keindahannya.
Selama di Majapahit, Sri Smara Kepakisan selalu aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan. Suatu saat baginda Raja Majapahit menghadiahkan sebilah keris  kepada Sri Smara Kepakisan Adipati  Bali  yang  kemudian   terkenal  dengan  nama :  Ki Bangawan Canggu,
Karena pada saat kembali ke Bali, keris itu pernah jatuh di Bangawan Canggu, sedang namanya semula adalah Ki Sudamala. Sri Smara Kepakisan diundang oleh Adipati Madura untuk menghadiri upacara yajnya. Baginda sempat singgah di Majapahit, dan memperoleh keterangan dari seorang pendeta yang bernama Çiwa Waringin tentang sebab-musabah runtuhnya Majapahit.

Sri Smara Kepakisan wafat setelah disucikan (di-diksa). oleh Mpu Kayu Manis dari Keling, tahun 1882 (sapangranga dwipak agni surya = 1460 Masehi). Diganti oleh Sri Watu Renggong ( Putra dari Ide IDewa Samprangan).

Pada masa pemerintahan Dalem Watu Renggong datang Dang Hyang Nirartha ke Bali, bersama anak istrinya. disebutkan pula alasan beliau meninggalkan Brangbangan dan riwayat perjalanannya sampai ke Gelgel. Dang Hyang Nirartha beranjangsana ke Padangbai, Danghyang Nirartha dan Kyayi Dauh Baleagung langsung ke Padangbai. Kesusastraan berkembang baik. Karangan-karangan Dang Hyang Nirartha: Gegutuk Menur, Cara Kusuma, Ampik, Legarang, Mahisa Langit, Darma Pitutur, Mahisa Megat Kung, Darma Putus, Usana Bali, Anyang Nirartha, Wasista Sraya, Sebun Bangkung. Karangan Pangeran Dauh: Rareng Canggu Saha Wilit, Wukir Padelengan, Segara Gunung, Karas Nagara, Jagul Tuwa, Wilet Mayura, Anting- anting Timah. Peristiwa penyerangan ke Brangbangan yang dipimpin oleh Kyayi Ularan, Sri Juru terbunuh. Kemudian Kyayi Ularan pindah ke Patemon. Pada masa jayanya Dalem Watu Renggong,

Ida I Dewa Tegal Besung  wafat. Meninggalkan  Putra-putranya, yaitu:
1. I Dewa Anggungan,
2. I Dewa Gedong Arta,
3. I Dewa Nusa,
4. I Dewa Bangli,
5. I Dewa Pagedangan.
Datang seorang utusan untuk mengislamkan baginda raja, bernama Ki Moder, tidak berhasil. Para Menteri terkemuka : Kyayi Batan Jeruk, Kyayi Pinatih, Kyayi Klapodyana dan para Arya yang lain, semua setia kepada raja menurut jabatan dan tempatnya masing-masing.

Dalem Watu Renggong ingin menjadi seorang Pendeta (Begawan), Mengundang Danghyang Angsoka untuk Nabe, beliau tak berkenan, tetapi merestui agar berguru kepada Danghyang Nirartha, tercipta kidung Sarakusuma dan Smara Racana.
Kemudian Pendeta Buda Astapaka datang ke Bali, maka di Bali mulai diadakan upacara yajnya api (homa). Semua musuh yang ingin menyerang Bali, utamanya musuh dari luar dapat diusir.
Contohnya : pertahanan di Kelahan. Melakukan anjangsana ke daerah-daerah kekuasaannya yaitu Lombok dan Sumbawa, mendirikan padarman di Lingsar. Memberikan piagam penghargaan (prasasti) pada pemuka-pemuka masyarakat.

Dalem Watu Renggong wafat tahun 1472 Çaka(= sapranga, pandita, catur, janma), tahun 1550 Masehi.
Putra Dalem Watu Renggong :
            1. Ida I Dewa Pemahyun
2. Ida I Dewa Dimade (Seganing).
Putra-putra Beliau Diasuh oleh putra I Dewa Tegal Besung yaitu: I Dewa Gedong Arta, I Dewa Anggungan, I Dewa Bangli, I Dewa Pagedangan.
 I Dewa Pemahyun (Bekung) bertahta menjadi raja dengan patih I Gusti Batan Jeruk. Timbul peristiwa perebutan kekuasaan yang dipimpin oleh I Gusti Batan Jeruk tampil Kyayi Manginte untuk mempertahankan kerajaan bersama Kyayi Kubon Tubuh dan lain-lain. Kedua putra raja Watu Renggong berhasil diselamatkan oleh I Gusti Kubon Tubuh.

Terjadi pertempuran hebat, I Gusti Batan Jeruk mengalami kekalahan, beliau gugur tahun 1482 Çaka ( bahu, pasa, yoga, bwana)= 1560 Masehi, Ki Gusti Nginte menggantikan menjabat Patih Agung. Kryan Pande, putra Kryan Dauh Bale Agung, yang ikut pada peristiwa I Gusti Batan Jeruk, diampuni oleh Dalem, kemudian berhasil mengalahkan lawan-lawan di Sumbawa dan Tuban. Tampak kelemahan dan ketidakbijaksanaan
Dalem Bekung memegang kendali pemerintahan. Dikisahkan tentang Ida Telaga dan saudara-saudaranya, Karangan Ida Telaga; Ender Rangga Wuni, Amerta Masa, Amurwa Tembang, Patol, Wilit Sih Tan Pegat, Rareng Taman, Rara Kaduri, Kebo Dungkul, Caruk Mirta Masa, Kakangsen, Tepas. Peristiwa terbunuhnya I Gusti Telabah, yang mengakibatkan gugurnya Ki Gusti Pande dan kawan-kawan. Tercipta kidung Arjuna Pralabda. Ki Gusti Jelantik dikirim untuk menyerang Pasuruhan. Beliau gugur dalam pertempuran tanpa senjata. kemudian lahir putranya, diberi nama I Gusti Jelantik Bogol.
Dalem Bekung digantikan oleh Dalem Anom Seganing. Keamanan pulih kembali. Sasak dikuasai lagi pada tahun Çaka 1547, Sumbawa tahun Çaka 1552. Ki Gusti Pinatih mengadakan perlawanan pada raja, dapat diatasi oleh Ki Gusti Agung Widya (Patih).

Masa kerajaan Dalem sgening
Putra-putra Dalem Seganing 16 orang antara lain :
1.Ida I Dewa Anom Pemahyun,
2.Ida I Dewa Dimade,
3.Ida I Dewa Rani Gowang,
4.Ida Dewa Karangasem
    Dan lain- lain ( tidak diceritakan)

Pernikahan Ida I Dewa Anom Pemahyun (putra sulung Dalem Seganing) dengan Sri Dewi Pemahyun (putri tunggal Dalem Bekung), melahirkan :
Putra IDewa Anom Pemayun :

1.Ida I Dewa Anom Pemahyun (*) dan
2.Ida I Dewa Anom Pemahyun Dimade,(**)

Ida I Dewa Anom Pemahyun menjemput Dalem Bekung. ke Purasi agar kembali ke Gelgel.
Tahun Çaka 1572 Kyayi Lurah Singarsa menghadap Dalem Seganing, memohon agar cucu baginda berkenan menerima putrinya sebagai permaisuri, Ida I Dewa Anom Pemahyun (*) (putra Dalem Seganing) sebagai penguasa daerah Singarsa (Sidemen) dengan Bagawanta Mpu Sukaton (Ida Pedanda Wayahan Buruan).
Dalem Seganing wafat tahun Çaka 1517. Digantikan oleh putra yang sulung yaitu Ida I Dewa Anom Pemahyun (*). Terjadi perebutan kekuasaan, Id a I Dewa Anom Pemahyun(*) beserta putranya Ide I Dewa Anom Pemayun Dimade(*1) pindah ke Purasi.
Tahta kerajaan digantikan oleh adiknya Ida I Dewa Anom Pemayun Dimade (**) ( Dalem Dimade ) putra ke dua dari
Ide IDewa Anom Pemayun  dengan patih Kryan Agung Maruti dimade,

 Ida I Dewa Anom Pemahyun serta putranya yaitu yang bernama :
Ida I Dewa Anom Pemahyun Dimade bermukim di Purasi. Sempat menyebarkan para Arya dan Pasek ke desa-desa untuk mengaturnya. Kemudian, baginda pindah ke Tambega (Desa Ababi ) .

Pedanda Sakti Peling, pindah dari Gelgel ke Ulah Desa Sidemen.
Ida I Dewa Anom Pemahyun Dimade pindah dari Tambega ke Sidemen, menikah dengan I Gusti Ayu Sapuh Jagat, berputra :
1.      Ida I Dewa Agung Gde Ngurah dan
2.      Ida I Dewa Agung Ayu Gde Raka Pemahyun.
Barang-barang pusaka, keris Ki Sudamala, dan lain-lain semua dibawa ke Sidemen.
Terjadi perebutan kekuasaan di Gelgel, Ide Idewa Anom Pemayun Dimade (Dalem Dimade) pindah ke Guliang,
Kekuasaan dipegang oleh Kryan Agung Maruti. Kryan Agung Maruti hendak menggempur Sidemen, tetapi gagal.
 Ida I Dewa Anom Pemahyun Dimade (**) berusaha mengadakan pendekatan dengan putra-putra Dalem Dimade di Guliang. Utusan berkali-kali dilakukan oleh Kyayi Lurah Sidemen Cerawis. Kemudian Ida I Dewa Agung Jambe, pindah dari Guliang ke Sidemen dan bermukim di Ulah bersama dengan kemenakan baginda yaitu Ida I Dewa Agung Gde Ngurah. Mengadakan permusyawaratan untuk menyerang Kryan Agung Maruti di Gelgel.

Kemudian penyerangan dilanjutkan, dan Gelgel (Kryan Maruti) dapat ditaklukkan pada tahun Çaka 1626. Ida I Dewa Agung Jambe bertahta di Smarajaya (Klungkung) raja pertama. Ida I Dewa Agung Gde Ngurah dilantik sebagai penguasa daerah Singarsa berkedudukan di Sidemen.